Bisnis itu PRAKTEK, Bukan TEORI



Baiklah, kali ini sebuah kisah bukan datang dari media-media atau orang yang penulis kenal, sehingga kisahnya bisa ditulis dalam blog ini. Bagaimana bisa motivasi bisnis dan segala tips berbisnis bisa disajikan kepada khalayak namun sang penulis tidak bisa mengimplementasikannya kepada orang terdekat? Cukup dulu omong kosong itu.


Katakanlah sederhananya, saya telah aktif berjualan online sejak 2 tahun lalu. Dan sejak 6 bulan terakhir penulis sudah bersedia meluangkan waktunya untuk berbagi seputar motivasi bisnis dari pengalaman yang dimilikinya dan dari media yang ia ikuti. Ia berharap, banyak orang akan mendapat manfaatnya. Entah itu orang-orang yang baru ingin berbisnis online atau meningkatkan omset bagi ia yang sudah menjalankan bisnis.

Sebelum orang lain mendapatkan manfaatnya, apakah penulis berhasil membuat perubahan kepada orang terdekatnya?

Di situlah penulis akan merasa gagal bila orang terdekatnya tidak bisa merasakan "efek bisnis" dari penulis. So, sebelum lebih jauh banyak membuat postingan tentang tips berbisnis kepada pembaca yang lebih luas, penulis akan memulai dari yang terdekat.

Singkat cerita, penulis telah menikah dengan seorang gadis desa sejak 2 bulan lalu. Ia seorang alumni sebuah universitas swasta di kota Cirebon jurusan pendidikan. Sejak lulus pada awal tahun ini, ia mengisi waktu dengan menjadi seorang guru di desa dekat tempatnya tinggal. Dengan honor sekitar 300 ribu per bulan, bahkan honornya 3 bulan terakhir tidak dibayar, ia mampu bertahan selama 4 bulan sebelum dipinang oleh lelaki yang kerjaannya cuma jualan online.

Setelah menikah perempuan itu ikut suaminya merantau ke Jakarta. Sang suami berjualan online, sang istri kembali mengajar di sebuah bimbingan belajar. Sang istri agak bingung dengan aktivitas sang suami. Kerjaannya hanya megang HP, buka laptop, dan packing paket. Sesekali ia keluar dan pulangnya bawa barang sekardus besar.

Ia bingung, suaminya ngapain sih kerjaannya gitu doank kok bisa nafkahin dia lahir batin? *caelah* di sisi lain, sang suami merasa bersalah kok istrinya gak diajarkan seperti yang dia lakukan. Karena sebaik-baiknya seseorang adalah bukan memberi ia sekeranjang ikan, tapi memberi ia pancingan agar ia bisa memancing ikan sendiri.
Begitu kira-kira orang bijak bilang.

Esoknya, saat sang suami sedang mempacking barang, sang istri ikutan. Ia mulai dari membungkus pesanan, bagaimana agar packing rapi dan paket tidak rusak saat proses pengiriman. Sedikit demi sedikit ia mulai bisa mempacking sendiri, bahkan kadang lebih bagus dari suaminya *ealah, perempuan lebih rapih gituh*

Lalu, ketika sang istri ingin ikutan seperti suaminya, ia bilang kurang lebihnya seperti ini:
"Kangmas, aku boleh ikutan ndak?"

"Oh, mengapa tidak?" Ia senang karena sang istri ingin mengikuti jejaknya.

"Tapi aku bingung, harus mulai dari mana?"

"Buat saja nama brand yang kamu pengen. Setelah itu, buat akun sosial media di mana kamu ingin berjualan."

Nama telah didapat, akun sosial media pun ia buat. Supplier yang menyediakan fasilitas dropship juga sudah bisa diajak kerjasama. Produk yang ia 'comot' dari website supplier mulai ia upload ke facebook, instagram, dan twitter. Ia mulai menambahkan teman yang potensial untuk membeli. Hasilnya? TIDAK ADA YANG RESPONS SAMA SEKALI. Jangankan menanyakan detail produk dan memberi komentar, yang like pun hanya 1 orang. Dan itu tidak lain adalah suaminya! Yang lagi nulis artikel ini!



Saya support sebisanya *meski saya sendiri pun sangat pantas untuk disupport*. Ada yang beli atau enggak, terus aja buka warung (baca: upload). Mungkin ada yang perlu dibenahi saja. Entah itu pada konten marketingnya atau target yang tidak tepat sasaran.

Beberapa hari setelah dia berjalan, saya ajak dia keliling. Belanja. Saya kenalkan ia dengan supplier langganan saya. Supplier ini berada di kota yang sama dibanding supplier sebelumnya yang berada di luar kota. Ia menawarkan dropship kepada istri saya. Istri saya pun diarahkan ke website tersebut untuk tak sungkan mencomot foto dan semua informasi yang berkaitan dengan produk.

Setelah pulang, saya menyuruhnya untuk mengupload produk di Shopee, Bukalapak, dan Tokopedia. Saya kasih tau, di ecommerce tersebut trafficknya besar. Siapapun banyak mencari produk apapun. Dia pun mulai melakukannya. Yang tak saya sangka, dia memilah produk yang ada di website supplier yang stoknya paling banyak dan diskonnya besar. Lalu di ketiga marketplace tersebut, dia mencari produk sejenis, membandingkan harganya, dan mengambil profit tidak terlalu besar. Hasilnya?

Esok paginya, betapa riang gembiranya dia. Ada notifikasi order masuk via email. Dia tidak percaya, sebelumnya tidak pernah terlibat dalam menjual sesuatu. Bahkan gak ada keinginan pengen jualan. Apa lagi jual beli online! Ia gemetar. Hal apa yang selanjutnya dia harus lakukan?

Dengan turut merasakan senang karena sudah berhasil clossing, saya bantu ia memahami alur proses penjualan kepada supplier. Sampai selanjutnya ia bisa jalan sendiri.

Hingga kini, gadis desa itu masih berjualan tanpa modal dengan sistem reseller. Hampir setiap hari ada saja transaksi yang masuk. Dan hampir tanpa modal dan tanpa menyetok barang ia melakukan semuanya.

Itulah, bisnis sama sekali tidak selalu melalui teori dengan ikut berbagai pelatihan dan membaca buku. Cukup berani PRAKTEK dan mulai dari hal TERKECIL. Akan muncul ide-ide segar saat kamu sudah mulai menjalankannya.
Pertanyaan-pertanyaan ini akan terus muncul..
Bagaimana cara agar banyak yang beli?
Bagaimana cara saya mendapat banyak produk?
Bagaimana cara saya dapat produk yang murah?
Siapa lagi yang bisa menjadi target market saya?
Di mana saja saya bisa berjualan lagi selain di marketplace ini?
Kapan saya harus membuat sesuatu yang berbeda?
Bagaimana cara mempertahakan pelanggan agar tetap loyal kepada saya?
Bagaimana mempertahankan reputasi saya?
Kalau pelanggan sudah banyak, apakah saya perlu menyetok barang?
Dan sederet ide segar yang bisa muncul kapan saja.. yang mana ketika pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul, otak kamu akan dipaksa berputar untuk sesegera mungkin mencari jawabannya dan melakukan action.

Selamat praktek berbisnis!







Sign up here with your email address to receive updates from this blog in your inbox.

0 Response to "Bisnis itu PRAKTEK, Bukan TEORI"

Post a Comment